Sugiopno mengatakan ketika para pendiri bangsa Indonesia dan China menjalin hubungan diplomatik pada 1950, Sugiono mengungkapkan, dunia masih dalam tahap pemulihan dari perang dan ketidakpastian. Tatanan global saat itu masih rapuh, dan banyak negara menghadapi dunia yang terfragmentasi secara sendirian.
“Namun, di tengah ketidakpastian tersebut, mereka percaya pada sebuah kemitraan yang didasarkan pada rasa saling menghormati, kedaulatan, dan kesetaraan. Semangat solidaritas inilah yang kemudian melahirkan Konferensi Asia-Afrika di Bandung pada 1955, yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip yang kini kita kenal sebagai Semangat Bandung,” tambah Sugiono.
Menurut Sugiono, di tengah kondisi dunia yang semakin tidak pasti, kepercayaan antarbangsa memudar dan kerja sama global menurun, komitmen terhadap Semangat Bandung harus terus diteguhkan kembali.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Seperti pepatah China yang mengatakan: ‘Tong zhou, gong ji‘ – kita menyeberangi sungai ini dalam perahu yang sama, bersama-sama,” ungkap Sugiono yang disambut tepuk tangan hadirin.
Selama lebih dari 75 tahun, kata Sugiono, Indonesia-China telah membuktikan kekuatan kemitraan.
“China telah lama menjadi salah satu mitra pembangunan paling konsisten bagi Indonesia. Bahkan saat ini, China merupakan mitra dagang utama sekaligus investor terbesar Indonesia, kita juga telah memperkuat kerja sama keuangan melalui penyelesaian transaksi dalam mata uang lokal, yang membuka jalan bagi kolaborasi lebih luas dalam pembayaran lintas batas,” kata Sugiono.
Penulis : Muchlis
Sumber Berita : Antara
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya