Walhasil, dia memutuskan bekerja di restoran cepat saji, Burger King.
“Saya jadi kasir di Burger King itu selama tiga bulan dengan gaji satu jam 6 dolar 25 sen (US$). Di Burger King kalau sedang tidak ada pelanggan, kita harus bersih-bersih meja. Harus bersih-bersih WC. Jadi harus bersihin meja dan bereskan kursi. Kalau rest room-nya kotor, kita harus bersihin,” kenang Rosita.
“Pertama kali bersih-bersih rest room, saya menangis. Saya telepon mamah, saya bilang sama ibu saya di Jakarta ‘Enggak kebayang saya ke Amerika harus bersihin WC. Tapi itulah hidup ya,” imbuhnya.
Namun, pengalaman tersebut tidak membuatnya menyerah.
Sebaliknya, Rosita yang berstatus sebagai imigran semakin semangat untuk bertahan hidup di AS.
“Saya memulai dari yang paling bawah, dari awal. Suami saya juga dulu kebetulan di Angkatan Darat Amerika. Dia bilang ‘kenapa kamu enggak gabung army saja? Mereka enggak bakal tanya sudah punya pengalaman kerja apa belum?’ Ternyata benar. Ketika saya mau coba gabung ke angkatan, saya masuk ke kantor perekrutan, mereka tidak lihat tinggi badan, enggak lihat jenis kelamin,” beber Rosita.
Meski sang suami merupakan anggota AD AS, bukan berarti langkahnya langsung mulus bisa bergabung. Ia sempat mengalami kegagalan saat mencoba bergabung.
“Jadi pas ujian, nilainya cuma 29. Padahal untuk lulus (butuh) 31. Saya gagal ujian pertama. Tapi apakah itu mematahkan semangat saya? Enggak. Saya tanya ‘berapa lama lagi saya boleh ambil ujian berikutnya?’ Harus tunggu 30 hari. Selama 30 hari itu saya belajar lagi. (Akhirnya) lewat (lulus),” ungkap Rosita.












