Kendati demikian, Adi menyebut bahwa ini sebagai kecenderungan bahwa pergantian kepemimpinan di Partai Golkar terjadi dalam situasi yang tidak wajar.
Sebelumnya, kata dia, sempat terjadi konflik internal saat Setya Novanto terpilih untuk menjabat sebagai ketua umum partai tersebut.
“Kalau kita melihat kecenderungan secara umum, Ketua Umum Partai Golkar itu selalu lahir dari situasi yang tidak normal. Ketua Umum Partai Golkar sebelum Airlangga, Setnov, itu jadi Ketum Partai Golkar di tengah konflik internal Golkar pada saat itu. Kalau tidak salah konflik internal antara kubu Aburizal Bakrie dan Agung Laksono,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dia juga mengingatkan bahwa Airlangga terpilih menjadi ketua umum pada saat Setnov berurusan dengan permasalahan hukum.
Bahkan, kata dia, pada tahun 2004, Akbar Tanjung yang menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar, dan berhasil meraih perolehan pileg terbanyak harus tersingkir dan Jusuf Kalla menggantikannya.
“Kondisi-kondisi yang semacam ini sebenarnya membuat pergantian Ketum Golkar memang selalu diawali oleh situasi yang sebenarnya tidak normal dan tidak kondusif. Jadi, kalau tiba-tiba Airlangga mundur, ya, ini tentu makin memperpanjang betapa suksesi kepemimpinan di Partai Golkar itu selalu dengan kondisi-kondisi yang tidak normal,” kata dia.(antara/topikseru.com)
Halaman : 1 2