“Sekarang partai cenderung bukan lagi berbentuk CV atau perseroan terbatas (PT), tetapi (lebih) mendekati toko kelontong,” kata Anas Urbaningrum.
Dia berharap kampus harus mencermatai, bahwa dulu ada realitas kompetisi itu berbasis ideologi.
“Dulu, realitas politik digerakkan sistem ideologi partai. Kalau polarisasi berbasis ideologi tetapi sistemmya presidensial apakah melahirkan instabilitas politik,” kata alumni HMI ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Anas mengatakan pragmatisme politik partai lebih berbahaya daripada pragmatisme ideologi negara karena ideologi negara sudah selesai.
“Bahkan ada partai baru sekalipun yang dirancang ownership-nya tunggal. Jadi kapan saja mau ganti pengurus atau memecat orang lebih mudah. Ada partai berpuluh tahun ikut Pemilu, tetapi tidak melakukan Musda dan Muscab,” ujar Anas.
“Ini menggambarkan cara pandang pengelolaan partai. Bagi pembelajaran, ini bagus menjadi bahan penelitian, tetapi dalam membangun konteks politik demokratis, tentu ini masih jauh,” imbuhnya.
Tradisi Konflik dan Konsensus
Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) 1997 – 1999 ini menyebut setidaknya dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, membangun partai politik yang bagus sudah dianggap tidak penting.
Dia menilai selama ini partai politik menganggap perkakas yang penting adalah tujuan tercapai.
Editor : Muchlis
Sumber Berita : Antara
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya