Dalam keterangan unggahannya, Winnabalina—nama yang digunakan sang istri di media sosial—menulis dengan nada penuh kekecewaan namun tetap tenang:
“Lillahita’ala, demi Allah saya tidak pacaran, tidak punya pikiran untuk menikah lagi/akan menikah dengan EXY DWI LESTARI,” tulisnya, mengutip pernyataan suaminya yang mengklaim hubungan mereka hanyalah “sekadar teman”.
Namun, bagi banyak netizen, penjelasan tersebut justru terdengar seperti upaya menutupi fakta yang sudah terlalu jelas terlihat dalam rekaman.
Respons Publik dan Pencarian Akun Instagram Exy Dwi Lestari
Setelah video tersebut viral, warganet beramai-ramai mencari tahu lebih lanjut tentang sosok Exy Dwi Lestari.
Hasil pencarian di Instagram menunjukkan empat akun berbeda yang menggunakan nama serupa, namun semuanya diduga bukan akun asli sang pramugari.
Lebih mengejutkan lagi, akun Instagram resmi Exy Dwi Lestari kini tidak lagi muncul dalam hasil pencarian, memicu spekulasi bahwa akun tersebut telah dihapus atau diubah ke mode privat.
Beberapa pengguna media sosial bahkan menduga bahwa langkah tersebut merupakan upaya untuk menghindari sorotan publik atau potensi konsekuensi profesional, mengingat profesi pramugari sangat bergantung pada citra dan integritas pribadi.
Kehancuran Rumah Tangga Setelah 17 Tahun
Bagi Winnabalina, pengungkapan ini bukanlah tindakan impulsif, melainkan puncak dari perjuangan panjang untuk mempertahankan harga diri dan kesehatan mentalnya.
Dalam unggahan lain, ia mengungkapkan bahwa keputusan untuk mengakhiri pernikahan 17 tahunnya tidak diambil dengan mudah.
“Saya ikhlas. Lebih baik sendiri daripada harus terus berbagi suami dengan orang lain,” tulisnya.
Pengakuan jujur tersebut menyentuh hati banyak perempuan yang pernah mengalami situasi serupa.
Kolom komentar unggahannya dipenuhi oleh dukungan, doa, dan ungkapan solidaritas, sekaligus kecaman terhadap praktik perselingkuhan yang dianggap merusak sendi keluarga.
Perselingkuhan di Dunia Penerbangan: Fenomena atau Kebetulan?
Kasus ini juga menimbulkan diskusi luas tentang dinamika hubungan dalam industri penerbangan.
Pramugari dan pilot sering kali berada dalam lingkungan kerja yang intens, dengan jadwal tak menentu dan waktu jauh dari keluarga.
Sementara itu, para eksekutif maskapai—seperti sang direktur dalam kasus ini—juga kerap memiliki akses dan pengaruh yang memungkinkan terbentuknya hubungan di luar batas profesional.
Namun, para pengamat sosial menegaskan bahwa tidak ada alasan yang membenarkan perselingkuhan, terlepas dari tekanan atau dinamika pekerjaan.
“Integritas pribadi adalah pilihan, bukan akibat dari lingkungan kerja,” ujar seorang psikolog keluarga yang enggan disebutkan namanya.
Yang membedakan kasus ini dari skandal serupa sebelumnya adalah keberanian Winnabalina untuk bersuara.
Ia tidak hanya menjadi korban diam-diam, tetapi mengambil kendali narasi, menunjukkan bukti, dan meminta keadilan publik—bukan melalui gosip, tetapi lewat data dan transparansi.
Kisahnya menjadi pengingat bahwa di era digital, kebenaran bisa lebih cepat menyebar, namun juga membawa risiko besar—mulai dari bully digital hingga trauma berkepanjangan.
Namun di sisi lain, platform sosial media juga memberikan ruang bagi korban untuk berbicara, didengar, dan didukung.








