“Jadi Mawa, tolong kamu membuka ruang berkomunikasi dengan Inara Rusli face to face, jangan melalui chatting. Tanyakan secara teliti,” ujar Razman.
Ia juga menekankan bahwa Mawa telah mendengar penjelasan dari kuasa hukum Inara mengenai proses hubungan mereka hingga akhirnya menikah siri.
Razman berharap, dengan dialog langsung, ketegangan antara kedua pihak bisa mereda dan kepentingan anak—jika memang ada—menjadi prioritas utama.
Reaksi Publik dan Kritik terhadap Razman Nasution
Meski berniat menjadi penengah, pernyataan Razman justru menuai kritik pedas dari warganet.
Banyak yang menilai bahwa pernyataannya terkesan memihak dan justru menekan pihak istri sah, Wardatina Mawa, yang dianggap sebagai korban perselingkuhan.
“Ini bukan soal siapa salah atau benar, tapi soal etika. Bagaimana mungkin seorang pengacara menyarankan istri sah membuka ruang komunikasi dengan perempuan yang disebut-sebut merebut suaminya?” tulis seorang warganet di Twitter.
Tak sedikit pula yang mempertanyakan integritas profesional Razman, mengingat latar belakangnya yang kerap tampil dalam kasus-kasus sensasional.
Beberapa pengamat sosial menyebut bahwa narasi yang dibangun justru memperkeruh suasana, alih-alih menyelesaikan konflik secara damai.
Di Balik Drama: Pertanyaan tentang Tanggung Jawab dan Nilai Kemanusiaan
Terlepas dari benar atau tidaknya isu kehamilan, kasus ini mengetuk pintu pertanyaan yang lebih dalam: Apa tanggung jawab moral seorang laki-laki dalam hubungan yang rumit seperti ini?
Siapa yang harus melindungi hak-hak perempuan—baik yang sah maupun yang tidak diakui secara hukum?
Lebih jauh, publik juga mempertanyakan perlindungan terhadap privasi individu dalam era digital.
Rekaman CCTV yang tersebar luas bukan hanya melanggar hukum, tapi juga merusak reputasi dan kesehatan mental pihak-pihak yang terlibat.
Penutup: Antara Gosip, Hukum, dan Kemanusiaan
Kasus Inara Rusli dan Insanul Fahmi bukan sekadar drama selebriti biasa. Ini adalah cerminan nyata dari konflik nilai dalam masyarakat modern: antara hak individu dan norma sosial, antara cinta dan tanggung jawab, serta antara kebenaran dan narasi yang dibentuk media.
Saat ini, publik masih menunggu klarifikasi lebih lanjut—baik dari pihak Inara, Wardatina Mawa, maupun Insanul Fahmi sendiri.
Namun yang pasti, jika ada kehamilan di tengah situasi ini, maka prioritas utama haruslah pada kehidupan dan masa depan anak tersebut, bukan pada siapa yang paling benar atau salah di mata publik.
Sementara itu, para pengamat hukum dan psikolog sosial menyerukan agar semua pihak menahan diri dari penyebaran narasi yang bisa memperkeruh suasana.
Karena pada akhirnya, manusia bukan sekadar karakter dalam skenario gosip—mereka adalah individu dengan perasaan, hak, dan masa depan yang layak dihormati.









